Namanya Fauzi Mohamad Haidi,
biasa di panggil Fauzi, ia sudah jadi tunanetra sejak lahir. Saat ini Fauzi
bersekolah di SDN 02 Jakarta Selatan , tak lama lagi ia naik ke kelas 5.sekurang-kurangnya dua kali seminggu fauzi
dating ke mitra netra, pusat sumber yang
menyediakan layanan pendukung pendidikan bagi tunanetra yang sedang menempuh
studi di sekolah umum dan perguruan tinggi.
Di Mitra Netra, saat ini fauzi belajar
abacus untuk menumbuhkan mental aritmatikanya serta belajar computer.kemampuan
nya menggunakan komputer tak kalah dengan tunanetra lain yang telah lebih
dewasa; word, internet, excel. Beberapa kali kudapati ia asyik di depan
computer di lantai dua kantor Mitra Netra, sedang serius mengerjakan
tugas-tugas dari instruktur computer nya.Di runah, orang tua fauzi juga
memfasilitasinya dengan laptop , fauzi memanfaatkannya untuk mengerjakan
tugas-tugas dari guru;bahasa Indonesia,IPS, matematika dan lain-lain. Fauzi
juga mulai pandai memainkan keyboard dalam beberapa acara di sekolah nya, ia
acap kali di tugasi mengiringi teman-temannya menyanyi.
Tapi, berapa banyak anak tunanetra seperti
fauzi? Memiliki orang tua yang secara ekonomi memadai serta mengerti bahwa anak
tunanetra juga harusmendapatkan pendidikan yang baik agar kelak bias memiliki
masa depan yang cerah ia juga tinggal di Jakarta, di mana ada institusi seperti
mitra netra, yang secara intensif memberikan dukungan untuk pendidikan.
Singkat cerita
endidiBeberapa fakta
justru terjadi sebaliknya, ada saja sekolah yang menolakmenerima siswa
tunanetra.berdasarkan data yang di keluarkan oleh departemen pkan nasional
tahun 2000, tercatat jumlah anak tunanetra usia sekolah yang bersekolah
hanyalah 0,87%. Jadi selebihnya di mana? Tinggal saja di rumah tak memiliki
akses ke pendidikan. Dan, sampai hari ini belum pernah ku dengar ada
usaha-usaha secara sistematis yang di lakukan pemerintah baik pusat maupun
daerah nuntuk membawa lebih banyak anak tunanetra duduk dan belajar di kelas.
Anak tunanetra memang butuh
fasilitas khusus. Ini juga berarti membutuhkan biaya yang lebih si banding
anak-anak yang tidak tunanetra. Contohnya, untuk membuat satu buku pelajaran
dak\lam huruf Braille, kita membutuhkan biaya tiga sampai empat kali lipat
biaya pembuatan buku biasa. Karena buku Braille membutuhkan kertas lebih tebal{
minimal 120 gram} dan huruf Braille juga berukurun lebih besar.